Kisah ini berasal dari beberapa ratus tahun yang lalu, dimana diceritakan
seorang pemuda yang kala itu bernama Tsabit bin Zutho harus menikahi wanita buta, tuli, bisu dan lumpuh karena kesalahan yang dilakukannya. Bagaimana cerita selengkapnya? Mari simak penjelasan berikut.
Kala itu di masa akhir era tabi’in, hiduplah seorang pemuda yang salehnya luar biasa. Pemuda ini berasal dari kalangan menengah biasa. Pada suatu hari, ia tengah berjalan di pinggiran Kota Kufah di Irak. Saat dalam perjalanan, tiba-tiba di dekat sungai ia melihat sepotong buah apel yang mengambang. Tanpa pikir panjang Tsabit pun langsung mengambil buah apel tersebut dan memakannya, kebetulan saat itu ia tengah dalam kondisi lapar. Mungkin ini adalah rezeki yang diberikan Allah SWT pikirnya.
Baru saja menggigit buah apel merah nan ranum itu tsabit pun tersentak, siapakah yang punya apel ini? Ucapnya dalam hati. Tsabit merasa bersalah telah memakan apel tanpa seizin yang punya. Pikirnya, bagaimanapun juga buah apel ada karena terlebih dahulu ada orang yang menanam pohonnya. Ia menyesal telah memakan sesuatu yang bukan haknya.
Kemudian Tsabit langsung mencari siapa orang yang mempunyai buah apel tersebut. Tak berapa lama ia menjumpai ada orang yang tengah menjaga kebun apel tepat di dekat sungai ia menemukan apel tadi. Tsabit menghampirinya dan bertanya “Wahai hamba Allah, apakah apel yang saya pegang ini sama dengan jenis apel yang ada di kebun ini? Saya sudah menggigitnya, apa kau ikhlas memaafkan saya? Ucap Tsabit sambil menunjukkan potongan apel yang sudah digigitnya tadi.
Penjaga kebun itu menjawab “Bagaimana aku bisa memaafkanmu, sementara bukan aku yang punya? Yang berhak memaafkanmu adalah pemilik kebun ini dan rumahnya cukup jauh, sekitar lima mil dari sini”.
Tsabit lantas bergegas pergi kerumah pemilik kebun, ia tidak putus asa mencari keridhaan pemilik walaupun harus berjalan kaki hingga 8 km jauhnya. Akhirnya ia pun sampai dirumah pemilik kebun, dengan perasaan menyesal bercampur gelisah apakah Sang pemilik kebun mau memaafkannya. Sampai depan pintu rumah Tsabit mengucapka salam, seorang pria tua keluar membukakan pintu.
Tsabit menjelaskan apa yang telah terjadi dan ia berkata maksudnya datang adalah untuk meminta kerelaan atas apel yang telah ia makan. Apakah anda meridhainya? Ujar Tsabit sambil memperlihatkan potongan apel yang telah ia gigi.
Pemilik kebun berpikir agak lama dan Tsabit pun tersentak ketika ia berkata, “Tidak, saya tidak bisa merelakannya, Nak”.
Tsabit mempertanyakan apa yang harus ia lakukan agar kesalahannya tersebut bisa dimaafkan. Pemilik kebun menjawab, “Aku tidak akan memaafkanmu, kecuali jika kau mau memenuhi persyaratanku”. Persyaratan apa itu ? ucap Tsabit.
“Engkau harus mau menikahi putriku.”
Dalam pikirnya menikahi wanita bukanlah sebuah hukuman, Benarkah itu yang jadi syarat anda? Saya menikahi putri anda, dan anda memaafkan saya?, itu adalah anugerah terbesar ungkapnya tak percaya.
Begitu terkejutnya Tsabit saat itu ketika pemilik kebun berkata bahwa putrinya merupakan wanita cacat. “Putriku buta, tuli, bisu, dan lumpuh. Ia tidak bisa berdiri apalagi berjalan. Tapi jika kau mau menerimanya, maka saya akan memaafkan kesalahanmu.” Kata pria tua tersebut.
Mungkin syarat tersebut bisa dibilang sangat tidak masuk akal, dikarenakan Tsabit hanya menggigit sebutir apel yang ia temukan di sungai secara tidak sengaja. Alhasil, secara mengejutkan Tsabit menerima syarat tersebut karena ia tak memiliki pilihan lain, ia tidak ingin berdosa atas yang bukan jadi hak nya. Tsabit, seorang pria ganteng harus siap menikahi wanita cacat karena sebuah apel.
“Nanti datanglah ba’da Isya untuk menemui calon istrimu”, kata ayah wanita pemilik kebun.
Pada malam hari sehabis shalat Isya, Tsabit pun menjumpai calon istrinya yang cacat. Ia masuk ke kamar pengantin wanita dengan langkah yang teramat berat. Hatinya bergolak luar biasa, namun lelaki shaleh itu tetap meneguhkan hati demi mendapatkan kerelaan pemilik kebun apel. Ia mengucapkan salam sambil perlahan masuk ke kamar istrinya.
Betapa tercengang dan terkejutnya Tsabit ketika mendengar balasan salam dari wanita yang suaranya indah dan merdu. Tak hanya itu, wanita tersebut mampu berdiri dan melangkah ke arahnya.
Tsabit kebingungan melihat seorang wanita yang luar biasa cantiknya tanpa ada satupun yang cacat di tubuhnya. Ia merasa tak percaya dan berpikir salah masuk kamar dan salah menemui wanita. Namun Tsabit tidak salah, ialah wanita yang menjadi putri pemilik kebun apel yang akan dinikahkan dengannya.
“Apa yang ayah katakan tentang aku?” tanya anak pemilik kebun yang mendapati suaminya mempertanyakan dirinya seolah tak percaya.
“Ayahmu berkata kau adalah seorang gadis buta, tuli, bisu, dan lumpuh” Kata Tsabit.
“Demi Allah, apa yang dikatakan ayahku benar, aku buta karena aku tidak pernah melihat sesuatu yang dimurkai Allah, aku bisu karena aku tidak pernah mengucapkan satu kalimat pun yang membuat Allah murka, aku bisu dan tuli karena aku tidak pernah mendengar satu kalimat pun kecuali di dalamnya terdapat rida Allah, aku lumpuh karena aku tidak pernah melangkahkan kakiku ke tempat yang Allah murkai.” Ujar gadis yang membuat Tsabit terpesona.
Tsabit tidak bisa menutupi kebahagiaannya dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT. Sang pemilik kebun sebenarnya kagum dengan sifat kehati-hatian Tsabit dalam memakan sesuatu hingga jelas kehalalannya. Karena melihat kesalehan dalam dirinya, hingga membuat pemilik kebun ingin menikahkan Tsabit dengan putrinya yang sebenarnya tidak cacat dalam pengertian sebenarnya.
Sumber : kumpulanmisteri.com
seorang pemuda yang kala itu bernama Tsabit bin Zutho harus menikahi wanita buta, tuli, bisu dan lumpuh karena kesalahan yang dilakukannya. Bagaimana cerita selengkapnya? Mari simak penjelasan berikut.
Kala itu di masa akhir era tabi’in, hiduplah seorang pemuda yang salehnya luar biasa. Pemuda ini berasal dari kalangan menengah biasa. Pada suatu hari, ia tengah berjalan di pinggiran Kota Kufah di Irak. Saat dalam perjalanan, tiba-tiba di dekat sungai ia melihat sepotong buah apel yang mengambang. Tanpa pikir panjang Tsabit pun langsung mengambil buah apel tersebut dan memakannya, kebetulan saat itu ia tengah dalam kondisi lapar. Mungkin ini adalah rezeki yang diberikan Allah SWT pikirnya.
Baru saja menggigit buah apel merah nan ranum itu tsabit pun tersentak, siapakah yang punya apel ini? Ucapnya dalam hati. Tsabit merasa bersalah telah memakan apel tanpa seizin yang punya. Pikirnya, bagaimanapun juga buah apel ada karena terlebih dahulu ada orang yang menanam pohonnya. Ia menyesal telah memakan sesuatu yang bukan haknya.
Kemudian Tsabit langsung mencari siapa orang yang mempunyai buah apel tersebut. Tak berapa lama ia menjumpai ada orang yang tengah menjaga kebun apel tepat di dekat sungai ia menemukan apel tadi. Tsabit menghampirinya dan bertanya “Wahai hamba Allah, apakah apel yang saya pegang ini sama dengan jenis apel yang ada di kebun ini? Saya sudah menggigitnya, apa kau ikhlas memaafkan saya? Ucap Tsabit sambil menunjukkan potongan apel yang sudah digigitnya tadi.
Penjaga kebun itu menjawab “Bagaimana aku bisa memaafkanmu, sementara bukan aku yang punya? Yang berhak memaafkanmu adalah pemilik kebun ini dan rumahnya cukup jauh, sekitar lima mil dari sini”.
Tsabit lantas bergegas pergi kerumah pemilik kebun, ia tidak putus asa mencari keridhaan pemilik walaupun harus berjalan kaki hingga 8 km jauhnya. Akhirnya ia pun sampai dirumah pemilik kebun, dengan perasaan menyesal bercampur gelisah apakah Sang pemilik kebun mau memaafkannya. Sampai depan pintu rumah Tsabit mengucapka salam, seorang pria tua keluar membukakan pintu.
Tsabit menjelaskan apa yang telah terjadi dan ia berkata maksudnya datang adalah untuk meminta kerelaan atas apel yang telah ia makan. Apakah anda meridhainya? Ujar Tsabit sambil memperlihatkan potongan apel yang telah ia gigi.
Pemilik kebun berpikir agak lama dan Tsabit pun tersentak ketika ia berkata, “Tidak, saya tidak bisa merelakannya, Nak”.
Tsabit mempertanyakan apa yang harus ia lakukan agar kesalahannya tersebut bisa dimaafkan. Pemilik kebun menjawab, “Aku tidak akan memaafkanmu, kecuali jika kau mau memenuhi persyaratanku”. Persyaratan apa itu ? ucap Tsabit.
“Engkau harus mau menikahi putriku.”
Dalam pikirnya menikahi wanita bukanlah sebuah hukuman, Benarkah itu yang jadi syarat anda? Saya menikahi putri anda, dan anda memaafkan saya?, itu adalah anugerah terbesar ungkapnya tak percaya.
Begitu terkejutnya Tsabit saat itu ketika pemilik kebun berkata bahwa putrinya merupakan wanita cacat. “Putriku buta, tuli, bisu, dan lumpuh. Ia tidak bisa berdiri apalagi berjalan. Tapi jika kau mau menerimanya, maka saya akan memaafkan kesalahanmu.” Kata pria tua tersebut.
Mungkin syarat tersebut bisa dibilang sangat tidak masuk akal, dikarenakan Tsabit hanya menggigit sebutir apel yang ia temukan di sungai secara tidak sengaja. Alhasil, secara mengejutkan Tsabit menerima syarat tersebut karena ia tak memiliki pilihan lain, ia tidak ingin berdosa atas yang bukan jadi hak nya. Tsabit, seorang pria ganteng harus siap menikahi wanita cacat karena sebuah apel.
“Nanti datanglah ba’da Isya untuk menemui calon istrimu”, kata ayah wanita pemilik kebun.
Pada malam hari sehabis shalat Isya, Tsabit pun menjumpai calon istrinya yang cacat. Ia masuk ke kamar pengantin wanita dengan langkah yang teramat berat. Hatinya bergolak luar biasa, namun lelaki shaleh itu tetap meneguhkan hati demi mendapatkan kerelaan pemilik kebun apel. Ia mengucapkan salam sambil perlahan masuk ke kamar istrinya.
Betapa tercengang dan terkejutnya Tsabit ketika mendengar balasan salam dari wanita yang suaranya indah dan merdu. Tak hanya itu, wanita tersebut mampu berdiri dan melangkah ke arahnya.
Tsabit kebingungan melihat seorang wanita yang luar biasa cantiknya tanpa ada satupun yang cacat di tubuhnya. Ia merasa tak percaya dan berpikir salah masuk kamar dan salah menemui wanita. Namun Tsabit tidak salah, ialah wanita yang menjadi putri pemilik kebun apel yang akan dinikahkan dengannya.
“Apa yang ayah katakan tentang aku?” tanya anak pemilik kebun yang mendapati suaminya mempertanyakan dirinya seolah tak percaya.
“Ayahmu berkata kau adalah seorang gadis buta, tuli, bisu, dan lumpuh” Kata Tsabit.
“Demi Allah, apa yang dikatakan ayahku benar, aku buta karena aku tidak pernah melihat sesuatu yang dimurkai Allah, aku bisu karena aku tidak pernah mengucapkan satu kalimat pun yang membuat Allah murka, aku bisu dan tuli karena aku tidak pernah mendengar satu kalimat pun kecuali di dalamnya terdapat rida Allah, aku lumpuh karena aku tidak pernah melangkahkan kakiku ke tempat yang Allah murkai.” Ujar gadis yang membuat Tsabit terpesona.
Tsabit tidak bisa menutupi kebahagiaannya dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT. Sang pemilik kebun sebenarnya kagum dengan sifat kehati-hatian Tsabit dalam memakan sesuatu hingga jelas kehalalannya. Karena melihat kesalehan dalam dirinya, hingga membuat pemilik kebun ingin menikahkan Tsabit dengan putrinya yang sebenarnya tidak cacat dalam pengertian sebenarnya.
Sumber : kumpulanmisteri.com