Kisah-kisah seperti ini perlu kita angkat lagi. Sangat perlu
disebarkan agar sebagian kita menyadari kemestian hidup. Apalagi di zaman ketika dunia begitu menggoda, bahkan banyak sekali pemuka-pemuka agama berpeci yang sibuk berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk menjual seminar kaya, untuk mengajak jamaah menjadi melimpah harta dalam hitungan hari, pekan, bahkan bulan.
Bukan bermakna anti-kaya. Justru, kita harus bersikap kritis dan memahami hakikat kaya yang sebenarnya.
Tersebutlah seorang alim Rabbani di zaman kekhilafahan Bani Umayah. Namanya Qais bin Abu Hazim. Dengan langkah yang tegap, pandangan yang lurus, serta keberanian penuh, dia bertamu ke pusat kekuasaan. Menemui sang khalifah.
Sesampainya di istana, sang khalifah menyampaikan satu pertanyaan, “Mengapa kita membenci kematian dan menyukai kehidupan dunia, wahai Abu Hazim?”
Tanpa jeda, sang alim pun menyampaikan jawaban yang amat mengena bagi orang-orang yang memiliki nurani. “Sebab kalian telah menghancurkan kehidupan akhirat dan membangun kehidupan dunia. Maka kalian sangat membenci untuk berpindah dari kebahagiaan menuju kehancuran.”
Setelah mendengar jawaban sang alim yang amat mencengangkan, sang khalifah pun menyampaikan tawaran. Sebuah tawaran yang amat menggiurkan, bahkan kini menjadi rebutan umat akhir zaman. Tawaran yang sudah pasti diterima jika yang ditawari adalah ustadz abal-abal yang rajin nongol sebagai artis itu.
“Bersediakah engkau tinggal bersamaku di istana ini dan akan aku berikan kepadamu separuh dari kekayaan yang aku miliki?” tawar sang Khalifah.
“Berapa bagian yang akan engkau berikan kepadaku dari sayap nyamuk? Berapa besarkah separuh dari sayap nyamuk itu?” tegas Abu Hazim, lugas, tanpa berpura-pura.
Kawan, saksamailah dialog ini. Coba baca dengan kualitas terbaik dari nurani yang kita miliki. Tidakkah kita bergegas untuk sadar bahwa selama ini telah berbuat keliru yang amat besar?
Dunia tak ubahnya sayap nyamuk. Dunia juga tak lebih mulia dari bangkai kambing yang hilang satu telinganya. Demikian itulah yang digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Lantas, apa yang kita harapkan dari sesuatu yang tak lebih besar dan tak lebih berharga dari sayap nyamuk? Apa yang kita harapkan dari sesuatu yang tak lebih mulia dari bangkai kambing?
Itu pun sangat mustahil jika kita memiliki seluruh kekayaan dunia ini. Lantas jika hanya secuil darinya, berapa bagian yang kita dapatkan dari sayap nyamuk atau bangkai kambing itu?
Wallahu a’lam.
sumber : Kisahikmah
disebarkan agar sebagian kita menyadari kemestian hidup. Apalagi di zaman ketika dunia begitu menggoda, bahkan banyak sekali pemuka-pemuka agama berpeci yang sibuk berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk menjual seminar kaya, untuk mengajak jamaah menjadi melimpah harta dalam hitungan hari, pekan, bahkan bulan.
Bukan bermakna anti-kaya. Justru, kita harus bersikap kritis dan memahami hakikat kaya yang sebenarnya.
Tersebutlah seorang alim Rabbani di zaman kekhilafahan Bani Umayah. Namanya Qais bin Abu Hazim. Dengan langkah yang tegap, pandangan yang lurus, serta keberanian penuh, dia bertamu ke pusat kekuasaan. Menemui sang khalifah.
Sesampainya di istana, sang khalifah menyampaikan satu pertanyaan, “Mengapa kita membenci kematian dan menyukai kehidupan dunia, wahai Abu Hazim?”
Tanpa jeda, sang alim pun menyampaikan jawaban yang amat mengena bagi orang-orang yang memiliki nurani. “Sebab kalian telah menghancurkan kehidupan akhirat dan membangun kehidupan dunia. Maka kalian sangat membenci untuk berpindah dari kebahagiaan menuju kehancuran.”
Setelah mendengar jawaban sang alim yang amat mencengangkan, sang khalifah pun menyampaikan tawaran. Sebuah tawaran yang amat menggiurkan, bahkan kini menjadi rebutan umat akhir zaman. Tawaran yang sudah pasti diterima jika yang ditawari adalah ustadz abal-abal yang rajin nongol sebagai artis itu.
“Bersediakah engkau tinggal bersamaku di istana ini dan akan aku berikan kepadamu separuh dari kekayaan yang aku miliki?” tawar sang Khalifah.
“Berapa bagian yang akan engkau berikan kepadaku dari sayap nyamuk? Berapa besarkah separuh dari sayap nyamuk itu?” tegas Abu Hazim, lugas, tanpa berpura-pura.
Kawan, saksamailah dialog ini. Coba baca dengan kualitas terbaik dari nurani yang kita miliki. Tidakkah kita bergegas untuk sadar bahwa selama ini telah berbuat keliru yang amat besar?
Dunia tak ubahnya sayap nyamuk. Dunia juga tak lebih mulia dari bangkai kambing yang hilang satu telinganya. Demikian itulah yang digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Lantas, apa yang kita harapkan dari sesuatu yang tak lebih besar dan tak lebih berharga dari sayap nyamuk? Apa yang kita harapkan dari sesuatu yang tak lebih mulia dari bangkai kambing?
Itu pun sangat mustahil jika kita memiliki seluruh kekayaan dunia ini. Lantas jika hanya secuil darinya, berapa bagian yang kita dapatkan dari sayap nyamuk atau bangkai kambing itu?
Wallahu a’lam.
sumber : Kisahikmah